Diam Lebih Baik Dari Berbicara
Firman Allah :
مَن كَان يُؤْ مِنُ
بِا للهِ وَا لْيَوْ مِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ ِليَصْمُتْ
Siapa yang beriman kepada-Nya Allah dan hari akhirat, maka hendaknya dia berbicara baik ataupun diam saja. (Mutafaq alayh)
Di Syariah
Muslim, Imam Nawawyi rha
menjelaskan arti hadis tersebut seperti berikut:
وأم قول صل الله عليه وسلم ” فليقل خيرا أو ليصمت“ فمعناه أنه إذا أراد أن يتكلم فإن كان ما يتكلم به خيرا محققا يثاب عليه
واجبا أو ندوبا فليتكلم ، وإن لم يظهر له أنه خير يثاب عليه فليمسك
عن الكلا م.
Adapun
sabda Rosulullah shallaulahu 'alaihi wassalam, “maka hendaknya ia berbicara baik atau diam saja” maksudnya saat seorang ingin berbicara
hendaknya dilihat dulu apakah perkataannya mengandung kebaikan dan kebenaran sesuai
dengan hukum wajib atau sunah. Bila ya, maka berbicaralah. Tetapi bila tidak, tahan
diri saja.
Imam Syafii saat tenerangkan arti hadis di
atas terucap, “Saat mau berbicara, berpikirlah lebih dahulu. Bila
ucapan itu tak mengandung mudharat, maka berbicaralah. Tetapi jika mengandungkan mudharat ataupun ragu-raggu, maka tahan diri saja.”
Dalam
hadis itu terdapatkan nasehat alangkah baiknya tahan diri dari berbicara yang
tak mengandung amal kebaikan, apalagi bila terdapatkan kejahatan. Hal ini karna
salah satunya tanda baik agama Islam seorang ialah tinggalkan apa yang tak
ada manfaatnya. Sungguh tlah banyak terjadi pembicaraan-pembicaraan yang bersifat mu'bah
akan berubah jadi haram hukumnya.
Dapat kita simpulkan bahwa
pembicaraan yang kita kerjakan harus suatu yang baik menurut hukumnya, baik
sunah ataupun wajib. jika isi pembicaraan sifatnya mubah, alangkah baiknya yang perlu
saja karna dikhawatirkan lama-lama pembicaraan tersebut menjerumuskan pada hal yang
tak berguna bahkan tak dibenarkan menurut syariat islam.
Betapa banyak petuah-petuah yang bijak menyampaikan supaya kita berhati-hati dalam berbicara . Tek kalimat yang
dipakaikan pun apa daja, ada yang memakaikan bahasa anak muda jaman sekarang sampai pribahasa warisan budaya bangsanya.Tips-Tips Meningkatkan Ibadah
“Memang lidah tidak
bertulang!”
“Mulutmu harimaumu untukmu!”
“Jika pedang melukai tubuh, masih ada harapan untuk pulih. Tetapi bila
lidah melukai hati, kemanakah kita cari obatnya?”
Suatu ketika Sahabatnya Abu Bakar
as-Shidiq rha. memegangkan ujung lidah beliau dan berbicara,
هَذَ الَّذِيْ
أَوْرَدَنِ ي الْمَوَارِ دَ
“Lidah ini (jika tak
berhati-hati) dapat menyebabkanku hingga pada tempat kesalahan dan celaka di
dunia dan akhirat nantinya.”
Dalam kitab “Raudhatul ‘Uqalâ’ wa Nuzhatul Fudhalâ’” Imam 'Ibnu Hiban al-Bhusti—beliau pula penulis Shalih
'Ibnu Hiban—menerangkan bahwa:
قال أبو حا تم ر ض
اله عن الواجب على العا قل أن ينصف أذ نيه من فيه ويعلم أنه إنما جعلت له أذنا ن و فم
و احد ليسمع أكثر مما يقول
Imam Abuu Haatim rha. menerangkan bahwa orang ber akal haruslah lebih
banyak mengunakan ke2 telinga dari pada lidahnya. ia harus menyadari bahwa
diberi telinga 2 buah, sedang diberi mulut cuma 1 agar lebih banyak
mendengarnya daripada berkata-kata.
Selalu orang menyesali di kemudian harinya karna perkataan yang
diucapkannya. terBiasa apabila seorang lagi bicara jadi perkataannya dapat
menguasaikan dirinya. Sebalik nya, jika tidak lagi bicara jadi ia akan bisa
mengontrolkan apa yang akan dibicarakan.
Imum Abu Hhatim rha. pula menasehatkan bahwa lidah orang ber akal ada
di bawah kendali hati nya. saat ia ingin bicara, maka ia akan bertanya-tanya lebih dahulu kepada hati nya. Apabila pembicaraan itu berguna untuk
dirinya sendiri, jadi ia akan bicara, tapi bila tak bermamfaat, maka ia akan
diam saja. Ada juga orang bodoh, hati nya berada di bawah kendali lidahnya. ia akan bicara apa saja yang ingin diungkapkan oleh lidahnya.
Tergolong dalam menjagakan lidah ialah menjaga tulisannya. Sekarang ini, begitu gampang kita memperolehnya dari . SMS,
forum, blog, jejaring sosial dan kolom komentar di situs berita online jadi
media pertama untuk menggantikan ucapan lidahnya.
Marilah kita perhatikan diri
kita sendiri, tidak perlu repot memperhatikan orang lain. Siapa saja kita, apa murid, guru, mahasiswa, dosen, kepala keluarga, ibu, anak, pegawai,
pengusaha, anak buah, atasan, anggota masyarakat, pemimpin formal/non formal,
pejabat, politikus, anggota kepolisian, tentara, santri maupun ustadz, marilah
kita periksa tiap-tiap perkataan ataupun tulisan kita sampai saat ini.Baca juga Artikel lainnya:Mamfaat Air Kelapa Muda Untuk Wanita Hamil
Apa ucapan kita sekarang
ini ada mengandung mamfaatnya? Atau sering bersipat mu-bah (tidak ada
mamfaat dan mudaratnya)? Ataupun lebih parah lagi yakni timbulkan kemudaratannya?
Sahabat' Ali bin' Abi Tholib memberikan nasehat:
إِ نَّ خَيْرَ
الْقَوْ لِ مَا نَفَعَ
Sesungguhnya sebaik-baiknya
ucapan ialah yang berguna.
0 comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.