Kisah Nabi luth-Nabi ishaq-Nabi ya’qub Alaihisalam
Ibrahim bersama Luth kemudian menuju Mesir di saat musibah kelaparan melanda Palestina. Setelah musibah itu mereda, mereka kembali dari Mesir dengan membawa ternak yang diberikan raja Mesir kepada mereka. Berhubung padang rumput yang ada tidak mencukupi bagi ternak yang banyak itu, maka sering timbul pertikaian antara gembala-gembala Ibrahim dan gembala-gembala Luth.
Untuk mengatasi pertikaian ini, Ibrahim kemudian menawarkan kepada Luth memilih tempat lain untuk menggembalakan ternaknya. Luth memilih Yordania, dimana disana terdapat dua kota, yaitu Sadum dan Gomorrah, dan Luth menetap di kota Sadum.
Moral penduduk kota Sadum luar biasa rusaknya. Mereka melakukan berbagai kejahatan, seperti merampok, berzina, dan yang paling parah dan belum pernah dilakukan oleh seorang pun di antara anak-anak Adam, mereka memuaskan nafsu seksual dengan sesama jenis.
Nabi Luth Alaihissalam berdakwah untuk memerangi kezaliman itu. Namun ia tidak berhasil, bahkan istrinya termasuk orang yang melakukan penyimpangan kaumnya itu.
Kebiadaban kaum Luth Alaihissalam digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabût: 28-29.
Doa Luth terkabul. Beberapa malaikat datang ke rumah Ibrahim Alaihissalam sebagai tamu yang menyamar dalam bentuk pemuda-pemuda. Mereka memberitakan pada Ibrahim bahwa mereka akan membinasakan penduduk Kota Sadum disebabkan pembangkangan mereka terhadap Nabi Luth Alaihissalam dan perbuatan-perbuatan keji mereka.
Ibrahim sangat terkejut mendengar berita ini, karena disana terdapat putera saudaranya, yaitu Luth. Namun para malaikat itu mengatakan, “Kami tahu bahwa di sana terdapat Luth, dan bahwa kebinasaan tidak terjadi kecuali atas orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah. Adapun Luth dan keluarganya serta para pengikutnya, mereka itu pasti akan selamat, kecuali istrinya yang akan ditimpa siksaan seperti orang-orang kafir, dan kedudukannya sebagai istri Luth tidak bisa menyelamatkannya, karena buruk perbuatannya disamping ia mengkhianati suaminya serta terus membangkang dan berada dalam kekafiran”.
Kisah kedatangan para malaikat kepada Ibrahim Alaihissalam ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabût: 30-32.
Tersebar berita di antara kaum Luth tentang kedatangan tamu-tamu yang tampan di rumah Luth, maka segeralah mereka datang ke sana dengan maksud berbuat maksiat.
Untuk melindungi para tamunya, Luth Alaihissalam berusaha membujuk mereka dengan menawarkan putri-putrinya untuk dinikahi dengan syarat mereka tidak mengganggu tamu-tamunya. Namun kaum Luth tetap bersikeras melaksanakan niat mereka.
Ketika mereka tetap pada pendiriannya, maka malaikat-malaikat itu membutakan mata mereka hingga gagallah upaya mereka dalam keadaan terhina. Para malaikat itu pun akhirnya mengungkapkan kepada Luth tentang siapa mereka sebenarnya dan memberitahunya bahwa mereka datang untuk membinasakan kaumnya setelah membutakan mata mereka hingga mereka tak dapat menyelamatkan diri.
Adapun untuk Luth Alaihissalam dan pengikutnya, para malaikat memerintahkan mereka untuk meninggalkan desanya di malam hari, karena azab Allah akan diturunkan di waktu subuh. Dan janganlah seorang pun di antara mereka menoleh ke belakang agar tidak melihat siksaan yang akan terjadi.
Kisah kedatangan para malaikat ke rumah Luth dan perbuatan kaum Luth diceritakan dalam Al-Qur’an surat Hûd: 77-81, Al-Ankabût: 33-34, dan Al-Qamar: 37.
Siksa Allah telah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim dan fasik.
Kisah azab terhadap kaum Nabi Luth Alaihissalam terdapat dalam surat Al Anbiyâ: 74-75, Hûd: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38.
Daerah yang ditimpa siksaan atas kaum Nabi Luth Alaihissalam adalah daerah yang kita kenal sekarang sebagai Laut Mati atau Danau Luth.
–ooOoo—
Tatkala Ibrahim merasa ajalnya hampir tiba, Ishaq belum menikah. Ibrahim tidak ingin menikahkan ia dengan wanita Kana’an yang tidak mengenal Allah dan asing di dalam keluarganya. Oleh sebab itu ia menugaskan seorang pelayan agar pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur. Nahur adalah saudara Ibrahim Alaihissalam, sehingga Rafqah adalah putri kemenakan Ibrahim Alaihissalam. Perempuan itu kemudian dinikahkan dengan Ishaq.
Setelah 20 tahun menikah, Ishaq dikaruniai 2 anak kembar, yang pertama diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar dengan memegangi kaki saudaranya sehingga ia diberi nama Ya’qub.
Nabi Ishaq Alaihissalam meninggal dalam usia 180 tahun dan dimakamkan di gua tempat ayahnya, Nabi Ibrahim Alaihissalam, dimakamkan, yaitu di kota Al-Khalil.
Kisah Nabi Ishaq Alaihissalam terdapat di Al Qur’an dalam surat Hûd: 69-74, Maryam: 49, dan As-Saffât: 112-113.
–ooOoo—
Ketika usianya sudah sangat lanjut, Nabi Ishaq tak dapat melihat lagi. Ia sering dilayani oleh Aish yang pandai berburu dan sering mendapatkan kijang. Sedang Ya’qub sangat pendiam dan lebih senang berada di rumah mempelajari ilmu-ilmu agama.
Doa nabi adalah doa yang mustajab, dan memang kita ketahui dalam sejarah bahwa keturunan Ya’qub kelak akan melahirkan banyak para nabi dan raja.
Aish yang mengetahui bahwa saudaranya telah mendapat doa yang baik dari ayahnya menjadi iri. Ia pun marah dan bahkan mengancam akan membunuh Ya’qub supaya keturunannya tidak ada yang menjadi nabi dan raja.
Mengetahui hal ini, Rafqah kemudian menyuruh Ya’qub agar mengungsi ke tempat pamannya, Laban bin Batwil, di kota Harran, Irak.
Dalam perjalanan ke rumah pamannya, Ya’qub tidak berani berjalan di siang hari karena takut akan ditemukan dan disiksa oleh saudaranya. Ia hanya berani berjalan di malam hari, sedang bila tiba waktu siang ia beristirahat. Oleh sebab itulah ia juga dikenal dengan nama Israil, yang artinya berjalan di malan hari. Kelak keturunannya pun dikenal dengan nama Bani Israil.
Saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung diperbolehkan.
Kepada masing-masing puterinya, Laban memberi seorang sahaya perempuan. Kepada Leah ia memberikan sahaya perempuan bernama Zulfa, dan kepada Rahel ia memberikan sahaya perempuan bernama Balhah. Leah dan Rahel kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula oleh Ya’qub, sehingga istri Ya’qub menjadi 4 orang.
Dari keempat istrinya ini Ya’qub Alaihissalam memperoleh 12 orang anak lelaki.
Dari istrinya Leah, ia dikaruniai Ruben, Syam’un, Lewi, Yahuda, Yasakir, dan Zabulon.
Dari istrinya Rahel, ia dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
Dari istrinya Balhah, ia dikaruniai Daan dan Naftali.
Dari istrinya Zulfa, ia dikarunian Jaad dan Asyir.
Putra-putra Ya’qub inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya Bani Israil. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang berarti cucu-cucu.
Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku dalam bangsa Arab, dan mereka yang berada dalam satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya’qub kemudian menjadi bapak bagi sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya’qub yang berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi, antara lain:
Sibith Lewi, di kalangan mereka terdapat Nabi Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus.
Setelah lewat 20 tahun Ya’qub tinggal bersama pamannya, ia pun meminta izin untuk kembali kepada keluarganya di Kana’an. Saat ia hampir tiba di Kana’an, ia mengetahui bahwa Aish saudaranya telah bersiap menemuinya dengan 400 orang, sehingga Ya’qub merasa takut dan mendoakannya serta menyiapkan hadiah besar bagi saudaranya itu yang dikirimkan melalui orang-orang utusannya.
Lunaklah hati Aish mendapat hadiah pemberian saudaranya. Kemudian ditinggalkannya negeri Kana’an bagi saudaranya lalu ia pergi ke Gunung Sa’ir.
Sedangkan Ya’qub, ia pergi kepada ayahnya Ishaq dan tinggal bersamanya di kota Hebron yang dikenal dengan nama Al-Khalil.
Dalam Al Qur’an, kisah Nabi Ya’qub Alaihissalam secara tersendiri tidak ditemui, namun namanya disebut dalam kaitannya dengan nabi-nabi lain, diantaranya Nabi Ibrahim Alaihissalam (kakeknya), dan Nabi Yusuf Alaihissalam (putranya).
8. Nabi Luth Alaihissalam
Nabi Luth Alaihissalam adalah kemenakan Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketika Nabi Ibrahim Alaihissalam berhijrah dari kota Harran menuju Palestina bersama istri dan para pengikutnya, Luth bin Harun ikut bersama mereka.Ibrahim bersama Luth kemudian menuju Mesir di saat musibah kelaparan melanda Palestina. Setelah musibah itu mereda, mereka kembali dari Mesir dengan membawa ternak yang diberikan raja Mesir kepada mereka. Berhubung padang rumput yang ada tidak mencukupi bagi ternak yang banyak itu, maka sering timbul pertikaian antara gembala-gembala Ibrahim dan gembala-gembala Luth.
Untuk mengatasi pertikaian ini, Ibrahim kemudian menawarkan kepada Luth memilih tempat lain untuk menggembalakan ternaknya. Luth memilih Yordania, dimana disana terdapat dua kota, yaitu Sadum dan Gomorrah, dan Luth menetap di kota Sadum.
Moral penduduk kota Sadum luar biasa rusaknya. Mereka melakukan berbagai kejahatan, seperti merampok, berzina, dan yang paling parah dan belum pernah dilakukan oleh seorang pun di antara anak-anak Adam, mereka memuaskan nafsu seksual dengan sesama jenis.
Nabi Luth Alaihissalam berdakwah untuk memerangi kezaliman itu. Namun ia tidak berhasil, bahkan istrinya termasuk orang yang melakukan penyimpangan kaumnya itu.
Kebiadaban kaum Luth Alaihissalam digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabût: 28-29.
Beberapa malaikat menuju Sadum
Nabi Luth Alaihissalam kemudian berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar kaumnya diberi azab. Menurut Nabi Luth Alaihissalam, itulah satu-satunya cara untuk membasmi umatnya agar akhlak yang rusak itu tidak menyebar ke umat-umat di wilayah lain, disamping sebagai pelajaran bagi umat di sekelilingnya.Doa Luth terkabul. Beberapa malaikat datang ke rumah Ibrahim Alaihissalam sebagai tamu yang menyamar dalam bentuk pemuda-pemuda. Mereka memberitakan pada Ibrahim bahwa mereka akan membinasakan penduduk Kota Sadum disebabkan pembangkangan mereka terhadap Nabi Luth Alaihissalam dan perbuatan-perbuatan keji mereka.
Ibrahim sangat terkejut mendengar berita ini, karena disana terdapat putera saudaranya, yaitu Luth. Namun para malaikat itu mengatakan, “Kami tahu bahwa di sana terdapat Luth, dan bahwa kebinasaan tidak terjadi kecuali atas orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah. Adapun Luth dan keluarganya serta para pengikutnya, mereka itu pasti akan selamat, kecuali istrinya yang akan ditimpa siksaan seperti orang-orang kafir, dan kedudukannya sebagai istri Luth tidak bisa menyelamatkannya, karena buruk perbuatannya disamping ia mengkhianati suaminya serta terus membangkang dan berada dalam kekafiran”.
Kisah kedatangan para malaikat kepada Ibrahim Alaihissalam ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabût: 30-32.
Malaikat bertamu ke rumah Luth
Para malaikat itu meninggalkan Ibrahim dan pergi ke kota Sadum. Mereka datang ke rumah Luth yang tidak mengetahui siapa sebenarnya para tamunya yang berwajah tampan itu. Hati Luth sangat cemas, karena ia khawatir tamu-tamunya itu akan diperkosa oleh kaumnya.Tersebar berita di antara kaum Luth tentang kedatangan tamu-tamu yang tampan di rumah Luth, maka segeralah mereka datang ke sana dengan maksud berbuat maksiat.
Untuk melindungi para tamunya, Luth Alaihissalam berusaha membujuk mereka dengan menawarkan putri-putrinya untuk dinikahi dengan syarat mereka tidak mengganggu tamu-tamunya. Namun kaum Luth tetap bersikeras melaksanakan niat mereka.
Ketika mereka tetap pada pendiriannya, maka malaikat-malaikat itu membutakan mata mereka hingga gagallah upaya mereka dalam keadaan terhina. Para malaikat itu pun akhirnya mengungkapkan kepada Luth tentang siapa mereka sebenarnya dan memberitahunya bahwa mereka datang untuk membinasakan kaumnya setelah membutakan mata mereka hingga mereka tak dapat menyelamatkan diri.
Adapun untuk Luth Alaihissalam dan pengikutnya, para malaikat memerintahkan mereka untuk meninggalkan desanya di malam hari, karena azab Allah akan diturunkan di waktu subuh. Dan janganlah seorang pun di antara mereka menoleh ke belakang agar tidak melihat siksaan yang akan terjadi.
Kisah kedatangan para malaikat ke rumah Luth dan perbuatan kaum Luth diceritakan dalam Al-Qur’an surat Hûd: 77-81, Al-Ankabût: 33-34, dan Al-Qamar: 37.
Azab Allah terhadap kaum Luth Alaihissalam
Di waktu subuh, turunlah azab yang amat dahsyat berupa bencana alam yang sangat mengerikan. Tanah desa tempat tinggal kaum Luth menjadi rendah dan turunlah hujan batu dari tanah keras menimpa mereka secara berturut-turut hingga mereka binasa. Hanya Nabi Luth Alaihissalam dan kedua putrinya, serta para pengikutnya yang beriman, yang selamat dari bencana tsb.Siksa Allah telah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim dan fasik.
Kisah azab terhadap kaum Nabi Luth Alaihissalam terdapat dalam surat Al Anbiyâ: 74-75, Hûd: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38.
Daerah yang ditimpa siksaan atas kaum Nabi Luth Alaihissalam adalah daerah yang kita kenal sekarang sebagai Laut Mati atau Danau Luth.
–ooOoo—
9. Nabi Ishaq Alaihissalam
Nabi Ishaq Alaihissalam adalah salah satu putra Nabi Ibrahim Alaihissalam dari istrinya yang bernama Sarah. Ishaq adalah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti tertawa. Dalam Al Qur’an dikisahkan bahwa Sarah tertawa ketika mendapat keterangan bahwa dirinya akan memperoleh seorang anak laki-laki, sementara usianya sudah sangat lanjut, yaitu 90 tahun.Tatkala Ibrahim merasa ajalnya hampir tiba, Ishaq belum menikah. Ibrahim tidak ingin menikahkan ia dengan wanita Kana’an yang tidak mengenal Allah dan asing di dalam keluarganya. Oleh sebab itu ia menugaskan seorang pelayan agar pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur. Nahur adalah saudara Ibrahim Alaihissalam, sehingga Rafqah adalah putri kemenakan Ibrahim Alaihissalam. Perempuan itu kemudian dinikahkan dengan Ishaq.
Setelah 20 tahun menikah, Ishaq dikaruniai 2 anak kembar, yang pertama diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar dengan memegangi kaki saudaranya sehingga ia diberi nama Ya’qub.
Nabi Ishaq Alaihissalam meninggal dalam usia 180 tahun dan dimakamkan di gua tempat ayahnya, Nabi Ibrahim Alaihissalam, dimakamkan, yaitu di kota Al-Khalil.
Kisah Nabi Ishaq Alaihissalam terdapat di Al Qur’an dalam surat Hûd: 69-74, Maryam: 49, dan As-Saffât: 112-113.
–ooOoo—
10. Ya’qub Alaihissalam
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Nabi Ya’qub Alaihissalam adalah putra Nabi Ishaq Alaihissalam, dan ia memiliki saudara kembar bernama Aish. Ayahnya lebih menyayangi Aish saudaranya karena ia lahir lebih dulu, sedang ibunya lebih menyayanginya karena ia lebih kecil.Ketika usianya sudah sangat lanjut, Nabi Ishaq tak dapat melihat lagi. Ia sering dilayani oleh Aish yang pandai berburu dan sering mendapatkan kijang. Sedang Ya’qub sangat pendiam dan lebih senang berada di rumah mempelajari ilmu-ilmu agama.
Perselisihan Ya’qub Alaihissalam dengan saudaranya
Suatu hari, Ishaq menginginkan suatu makanan, ia meminta Aish untuk mengambilkannya. Namun atas suruhan ibunya, Ya’qublah yang lebih dulu mengambilkan makanan itu untuknya. Setelah Ya’qub melayaninya, Ishaq lalu mendoakannya, “Mudah-mudahan engkau menurunkan nabi-nabi dan raja-raja.”Doa nabi adalah doa yang mustajab, dan memang kita ketahui dalam sejarah bahwa keturunan Ya’qub kelak akan melahirkan banyak para nabi dan raja.
Aish yang mengetahui bahwa saudaranya telah mendapat doa yang baik dari ayahnya menjadi iri. Ia pun marah dan bahkan mengancam akan membunuh Ya’qub supaya keturunannya tidak ada yang menjadi nabi dan raja.
Mengetahui hal ini, Rafqah kemudian menyuruh Ya’qub agar mengungsi ke tempat pamannya, Laban bin Batwil, di kota Harran, Irak.
Dalam perjalanan ke rumah pamannya, Ya’qub tidak berani berjalan di siang hari karena takut akan ditemukan dan disiksa oleh saudaranya. Ia hanya berani berjalan di malam hari, sedang bila tiba waktu siang ia beristirahat. Oleh sebab itulah ia juga dikenal dengan nama Israil, yang artinya berjalan di malan hari. Kelak keturunannya pun dikenal dengan nama Bani Israil.
Keturunan Ya’qub Alaihissalam
Laban memiliki dua orang puteri, yang pertama bernama Leah, dan yang kedua bernama Rahel. Sebenarnya Ya’qub ingin menikah dengan Rahel, karena ia lebih cantik. Akan tetapi Laban mengatakan bahwa bukanlah kebiasaan mereka menikahkan yang kecil sebelum yang besar. Jika Ya’qub ingin menikahi Rahel maka ia harus menikahi Leah lebih dahulu, kemudian bekerja selama 7 tahun kepada Laban agar dapat meminang Rahel.Saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung diperbolehkan.
Kepada masing-masing puterinya, Laban memberi seorang sahaya perempuan. Kepada Leah ia memberikan sahaya perempuan bernama Zulfa, dan kepada Rahel ia memberikan sahaya perempuan bernama Balhah. Leah dan Rahel kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula oleh Ya’qub, sehingga istri Ya’qub menjadi 4 orang.
Dari keempat istrinya ini Ya’qub Alaihissalam memperoleh 12 orang anak lelaki.
Dari istrinya Leah, ia dikaruniai Ruben, Syam’un, Lewi, Yahuda, Yasakir, dan Zabulon.
Dari istrinya Rahel, ia dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
Dari istrinya Balhah, ia dikaruniai Daan dan Naftali.
Dari istrinya Zulfa, ia dikarunian Jaad dan Asyir.
Putra-putra Ya’qub inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya Bani Israil. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang berarti cucu-cucu.
Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku dalam bangsa Arab, dan mereka yang berada dalam satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya’qub kemudian menjadi bapak bagi sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya’qub yang berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi, antara lain:
Sibith Lewi, di kalangan mereka terdapat Nabi Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus.
Setelah lewat 20 tahun Ya’qub tinggal bersama pamannya, ia pun meminta izin untuk kembali kepada keluarganya di Kana’an. Saat ia hampir tiba di Kana’an, ia mengetahui bahwa Aish saudaranya telah bersiap menemuinya dengan 400 orang, sehingga Ya’qub merasa takut dan mendoakannya serta menyiapkan hadiah besar bagi saudaranya itu yang dikirimkan melalui orang-orang utusannya.
Lunaklah hati Aish mendapat hadiah pemberian saudaranya. Kemudian ditinggalkannya negeri Kana’an bagi saudaranya lalu ia pergi ke Gunung Sa’ir.
Sedangkan Ya’qub, ia pergi kepada ayahnya Ishaq dan tinggal bersamanya di kota Hebron yang dikenal dengan nama Al-Khalil.
Dalam Al Qur’an, kisah Nabi Ya’qub Alaihissalam secara tersendiri tidak ditemui, namun namanya disebut dalam kaitannya dengan nabi-nabi lain, diantaranya Nabi Ibrahim Alaihissalam (kakeknya), dan Nabi Yusuf Alaihissalam (putranya).